Meski demikian, masih banyak orangtua yang salah mengartikan bahwa menjadi nomor satu adalah menjadi peringkat pertama di atas anak-anak lain. Kompetisi memang hal positif, namun ada yang lebih penting, yakni mendorong anak untuk mengenali potensinya.
āKalau saya tidak mendorong anak untuk menjadi yang terbaik di atas anak-anak lain, tetapi menjadi yang terbaik bagi dirinya sendiri. I will not push them to be the best, but I will push them to be the best they can be,ā ujar motivator sekaligus konselor pendidikan Vivid F Argarini pada Okezone, Senin (1/6/2015).
Vivid menerangkan, untuk menjadi yang terbaik, anak bukan berarti harus menjadi juara dari 200 anak lain, melainkan harus yakin pada kemampuannya sendiri.
āAnak yang harus bertanya pada diri sendiri āapakah aku sudah melakukan yang terbaik?ā karena kalau belum ada kesadaran ini, maka dia belum mengerahkan kemampuannya,ā lanjutnya lagi.
Selain itu, untuk mendorong anak menjadi yang terbaik, orangtua jangan memberikan standar yang memaksa, tetapi biarkan anak menentukan limitnya sendiri.
āKalau standar ditentukan orangtua, maka anak akan melakukannya dengan keterpaksaan. Tapi, jangan pula membiarkan anak meremehkan dirinya sendiri,ā tutup Vivid.
(vin)