MELAHIRKAN merupakan satu masa saat seorang wanita harus berjuang antara hidup dan mati demi buah hatinya. Terlebih bagi seorang ibu yang memiliki kondisi tubuh dan kehamilan tidak normal, maka kesakitan dan perjuangannya pastilah amat berat.
Salah seorang ibu yang mengalami perjuangan cukup berat ketika melahirkan, yaitu Samantha Bek. Wanita asal Singapura ini harus mengalami proses melahirkan yang tidak biasa karena dia menderita placenta previa. Dia bahkan menceritakan hampir saja meregang nyawa ketika melahirkan anak ketiganya.
Divonis mengidap plasenta previa
“Semuanya dimulai saat scan janin berusia 20 minggu. Pada pemeriksaan rutin, dokter saya memberi tahu saya menderita plasenta previa, yang merupakan kondisi saat plasenta letaknya terlalu rendah ke bawah yang bisa terjadi karena dampak dari operasi caesar saya sebelumnya,” kisah Samantha, seperti yang dikutip dari laman The Asian Parent Singapore.
Akibat dari penyakit yang diidapnya, Samantha jadi tidak boleh membawa barang-barang yang terlalu berat dan berjalan kaki berjam-jam. Namun, pantangan tersebut tidak bisa ia penuhi seutuhnya karena Samantha telah memiliki dua anak yang ia rawat sendiri di rumahnya.
“Plasenta itu justru semakin bergerak ke bawah dan kondisi terparahnya menutupi seluruh area leher rahim saya,” tambahnya.
Kondisi tersebut tentunya membuat Samantha mau tidak mau harus melakukan persalinan secara caesar lagi. Selain itu, dokter juga berpesan pada Samantha, jika nanti terjadi pendarahan ia dan bayinya harus dirawat di rumah sakit, karena keadaan tersebut sangat membahayakan keselamatan. Saat harus melakukan operasi caesar, usia kandungan Samantha masih 31 minggu atau 7,7 bulan.
Pendarahan memaksa Samantha untuk istirahat total
“Saya dirawat di rumah sakit semalaman. Saat pendarahan berhenti, saya dikirim pulang dengan perintah untuk beristirahat total. Saya pun kembali ke rumah dan itu benar-benar sulit, karena saya harus terus berada di tempat tidur 24/7. Saya bahkan menggosok gigi dan makan di tempat tidur,” tambah Samantha.
Setelah lewat dari dua pekan akhirnya pendarahannya pun berhenti. Samantha diperbolehkan untuk berjalan-jalan perlahan. Tapi, ternyata kesakitan yang harus dialami Samantha tidak cukup sampai di situ saja, ia masih harus merasakan kram perut seperti kontraksi.