PASANGAN anak yang menikah dini bukannya bikin hidup jadi lebih bahagia. Tapi banyak dampak buruk yang bakal mereka hadapi dari berbagai sisi.
Sayangnya, praktik pernikahan dini di Indonesia hingga kini masih marak terjadi. Budaya ini sejak dulu ada, namun sangat sulit dikikis.
Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan dengan kabar pasangan belia dari Sulawesi Selatan yang lolos menikah dini. Saat mereka datang ke KUA, awalnya permintaannya ditolak oleh penghulu. Tapi akhirnya mereka tetap bisa menikah, karena mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama setempat.
Sebenarnya, dalam Pasal 7 ayat (1) UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) mengatur, perkawinan hanya diizinkan jika pasangan laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Tujuan penetapan batasan umur ini untuk menjaga kesehatan suami-istri dan keturunannya.
Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifudin menanggapi bahwa Pengadilan Agama harus mempertimbangkan lagi secara matang, sebelum memutuskan permohonan izin pernikahan di bawah umur.
Baca Juga: Pemerintah Ajukan Revisi UU Pernikahan Jadi Minimal 22 dan 20 Tahun
Tapi kasus pernikahan dini sejoli dari Bantaeng itu sudah terlanjur terjadi.
"Karena dispensasi itulah, maka KUA tidak ada lagi alasan untuk menolak permohonan pernikahan keduanya," kata Menag Lukman, lewat siaran persnya.
Adapun dampak bahaya yang bakal dialami pasangan anak menikah dini banyak sekali yang harus dikhawatirkan. Psikolog Sani Budiantini mengatakan, anak-anak menikah dini hidupnya jauh dari kata bahagia. Mereka cenderung stres karena beban hidup bertambah.
Selain itu, Okezone merangkum dampak lain dari menikah dini yang dipaparkan Sani. Berikut penjelasannya, ditulis Rabu (18/4/2018).
Pendidikan rendah
Sani mengakatan, rata-rata pasangan yang menikah di usia anak, riwayat pendidikannya jadi rendah. Kalaupun lanjut sekolah, kegiatan belajar akan terganggu. Bahkan, sebagian besar mereka harus keluar dari sekolah karena peraturan. Maka, pendidikan formalnya terhambat dan mereka bisa mendapatkan ijazah dengan mengikuti kejar paket B dan C.
Kreativitas terhambat
Anak usia remaja punya kemampuan berpikir yang cerdas, kreativitas dan hobinya beragam. Karena menikah, potensi itu jadi tidak lagi diasah. Hal ini sangat disayangkan dan kelak menjadi orangtua untuk anak-anaknya dengan ide berpikir terbatas dan tidak kreatif.
"Padahal kan anak usia remaja, potensi hobi dan kreavitasnya mudah diasah. Misalnya di bidang olahraga, musik, atau seni yang lain," ujar Sani kepada Okezone.
Kurang sosialisasi
Pasangan menikah dini sangat sulit menyesuaikan diri dengan masyarakat atau bahkan teman-teman sebayanya. Tentu pemicunya karena mereka malu, minder atau menutup diri dengan lingkungan sekitar. Akhirnya, hidup mereka penuh dengan cibiran orang lain, bahkan keluarga dekatnya sendiri. Hal ini biasa terjadi di lingkungan perkotaan, jika mereka berada di hadapan orang-orang berpendidikan tinggi.
Baca Juga: 5 Kasus Pernikahan Dini di Indonesia yang Jadi Viral
Potensi stres besar
Sani menambahkan, beban hidup orang menikah jelas berbeda porsinya daripada orang yang sendiri. Pasangan nikah dini belum waktunya memikirkan beban yang berat dalam urusan rumah tangga. Akibatnya, potensi stres besar dan koflik biduk perkawinan akan terjadi.
"Mereka belum bisa hadapi masalah bersama meski sudah menikah. Mungkin mereka memikirkan diri sendiri, akhirnya kalau emosi perceraian terjadi," terang Sani.
Tidak bisa penuhi finansial keluarga
Kalau pendidikan rendah, tentu di masa mendatang mereka tidak bisa bekerja di perusahaan yang menawarkan gaji tinggi. Tapi kebanyakan kasus anak menikah dini, hidupnya bergantung pada orangtua. Padahal menikah seharusnya membuat pasangan lebih mandiri dalam segala hal. Anak juga tidak bisa selamanya hidup bergantung dengan orangtua karena berbagai faktor.
Baca Juga: INAPA 2023, Yuk Kenalan dengan Produk Transportasi Ramah Lingkungan dan Elektronik Otomotif Taiwan
Follow Berita Okezone di Google News
(hel)