SEBAGAI salah satu masakan khas Indonesia, soto adalah menu andalan untuk memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara.
Berbagai informasi mengenai kuliner berkuah ini terpampang lengkap di dekat pintu masuk Zona Atung Asian Fest, kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta. Selain berisi informasi, anjungan bernuansa hijau yang diberi nama 'Unity in Diversoto' ini juga menyajikan beberapa menu soto yang dapat langsung dicicipi dengan harga bervariasi.
Soto, sroto, sauto, tauto atau coto merupakan berbagai macam nama dari makanan yang sama, yakni berbahan utama daging atau ayam yang disuwir, dilengkapi dengan kol, tauge, tomat, serta daun bawang, yang disiram kuah dengan campuran bumbu bervariasi.
"Intinya, soto itu kuahnya ada dua, ada yang bening dan ada yang bersantan. Tapi, inti bahannya relatif sama, ada bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe. Lima bumbu itu jadi bumbu utama pembuatan soto," kaya koki Sadadjiwa Trims Indonesia Arief Kristyanto, yang menggelar demo masak soto di anjungan tersebut.
Koki yang telah 20 tahun mengabdi di dunia masak-memasak ini memaparkan, Indonesia memiliki setidaknya 70 jenis soto yang tersebar di berbagai daerah. Nama soto di setiap daerah berbeda-beda, seperti soto betawi, soto kudus, soto tangkar, soto lamongan, soto banjar dan berbagai aneka soto lainnya.
Bukan sembarang memberi nama, menurut Arief, nama yang disematkan pada soto di setiap daerah itu memiliki asal-usul tersendiri.
Arief menceritakan, awal mula penyebutan soto tangkar adalah ketika zaman Belanda, warga Belanda seringkali memotong sapi dan hanya mengambil bagian dagingnya. Sementara bagian tangkar atau iganya diberikan kepada masyarakat pribumi, yang kemudian dimasak berkuah.
"Tangkar sendiri artinya iga, jadi pribumi waktu itu memasak iga dan jeroannya menjadi soto. Nah, itulah cikal bakal penyebutan Soto Tangkar," ungkap Arief.
Selain itu, nama soto betawi mulai dikenal orang pada 1977, di mana seorang Tionghoa menggunakan nama tersebut untuk menjual menu soto yang dijajakannya. Sebelumnya, soto dengan campuran santan atau susu ini lazim diperdagangkan dengan nama pemilik kedainya.
"Dulu itu namanya misalnya soto haji Arief, atau soto bang siapa. Nah, setelah warga Tionghoa itu menggunakan nama soto betawi, jadilah dikenal dengan nama itu sampai sekarang," tutur Arief.
Cerita lain datang dari soto kudus, yang aslinya berbahan dasar daging kerbau atau daging ayam, dan bukan menggunakan daging sapi. Hal ini berkaitan pada masa di mana masyarakat Kudus memiliki agama dan kepercayaan beragam.
Saat itu, pemerintahan Sunan Kudus mengimbau masyarakat Kudus agar tidak menggunakan sapi sebagai bahan utama pembuatan soto sebagai wujud toleransi beragama di daerah tersebut.
"Bagi sebagian agama, sapi dianggap binatang yang suci, jadi Sunan Kudus mengimbau masyarakat untuk menggunakan daging kerbau atau ayam," ujarnya.