Menikah merupakan hal yang didambakan setiap manusia. Pernikahan beda suku atau bangsa merupakan hal yang biasa pada modern ini. Namun tetap saja, di setiap pernikahan akan mempunyai tantangannya masing-masing.
Menikah dengan beda suku bukan suatu tantangan yang sulit dijalani. Hanya saja terkadang ada beberapa tantangan yang harus dijalani sepasang suami istri. Arfian adalah seseorang berdarah Jawa yang menikah dengan kekasihnya Nurul yang berdarah Padang. Menurutnya ada beberapa tantangan yang dilewati ketika menikah beda suku.
Karena sama-sama berasal dari suku berbeda, pertama-tama yang dihadapi adalah rasa canggung ketika bertamu ke rumah orangtua mereka. mereka harus sama-sama mempelajari budaya masing-masing. Mulai dari komunikasi, etika, sampai kebiasan sehari-hari.
Menurut Arfian, komunikasi menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang yang menikah beda suku. Terkadang sepasang suami istri pun akhirnya harus bisa sedikit sedikit mempelajari bahasa dari suku pasangannya. Hal tersebut sebenarnya tidak mereka gunakan dalam rumah tangga mereka. Melainkan mereka gunakan ketika hendak bertamu ke rumah sang mertua.
"Kalau beda suku yang pasti adat,istiadanya beda, saya kan dari Jawa, dia dari Sumatera (Padang). Terkadang dia (mertua) kalau ngomong bahasa Padang, jadinya saya enggak ngerti," ujar Arfian kepada Okezone baru-baru ini.
Hall dan Whyte (1990:40) dalam bukunya yang berjudul Transcultural Nursing menyebutkan bahwa hubungan antara dua budaya dijembatani oleh perilaku-perilaku komunikasi antara administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya lain.
Tantangan lain yang dihadapi sepasang suami istri yang berbeda suku juga terasa dalam urusan mendidik anak mereka. Masih dengan contoh suku yang sama, yaitu Padang-Jawa. Sebenarnya dahulu anak-anak Padang, khususnya yang laki-laki, tidak memperbolehkan menikahi perempuan yang non Minang. Hal tersebut di dasari oleh alasan, bahwa setiap keturunan Minang akan mengikuti garis keturunan dari ibunya.
Larangan tersebut memang tidak tertulis, namun tersebar luas. Masyarakat Minang takut jika mempunyai seorang anak laki-laki yang menikah dengan wanita yang bukan keturunan Minang. Karena jika sampai menikah dan laki-laki tersebut dikaruniai seorang anak, maka nantinya anak tersebut tidak mempunyai suku. Karena menurut orang Minang, suku bapak tidak akan diwariskan ke anak.