Jumlah pasien yang terdeteksi mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia semakin meningkat. Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar 34,1%. Angka ini tentunya membuat masyarakat harus semakin waspada dan memerhatikan gaya hidup.
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr Siska Suridanda Danny, Sp.JP(K), salah satu kemungkinan pasien hipertensi meningkat lantaran cakupan pelayanan kesehatan yang lebih baik di era jaminan kesehatan nasional (JKN). Akan tetapi, masyarakat diimbau untuk memiliki kesadaran memeriksa tekanan darah secara rutin. Sebab hipertensi merupakan penyakit yang pada fase awalnya muncul tanpa gejala.
"Keluhan baru muncul setelah timbul komplikasi akibat hipertensi seperti stroke dan gagal jantung," terang dr Siska sewaktu dihubungi Okezone melalui pesan singkat, Kamis (18/7/2019).
Dirinya menambahkan, di era sekarang ini faktor risiko hipertensi bermacam-macam. Khusus untuk masyarakat Indonesia, hal yang harus disoroti adalah jumlah perokok yang semakin tinggi dan pola makan yang tinggi garam. Kedua faktor tersebut dapat membuat jumlah pasien hipertensi terus mengalami kenaikan.
Padahal hipertensi berkaitan erat dengan terjadinya gangguan di berbagai organ dalam tubuh. Gangguan itu mengarah terhadap penyakit tidak menular (PTM) yang cukup serius dan mengkhawatirkan.
"Komplikasi hipertensi yang paling sering dijumpai adalah terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal," tandas dr Siska.