Hingga saat ini ketersediaan bahan baku dan alat kesehatan kedokteran gigi produksi dalam negeri belum cukup memadai di Indonesia. Akibatnya, untuk tetap memberikan pelayanan berkualitas kepada masyarakat, bahan baku dan alat tersebut masih harus diimpor. Secara jumlah, persentasenya terbilang besar.
Hanya kurang dari 10 persen bahan baku dan alat kesehatan yang diproduksi dalam negeri. Sisa 90 persen lainnya masih impor dari negara lain. Bahkan untuk bahan baku dan alat kesehatan yang sering digunakan oleh kedokteran gigi.
Diungkapkan oleh Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dr. drg. Sri Hananto Seno, Sp. BM., MM., FICD, ada 3 masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering terjadi pada masyarakat Tanah Air. Ketiganya adalah gigi berlubang, gusi berdarah, dan karang gigi. Kendati demikian, bahan baku dan alat kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut masih impor.
Â
"Memang ada sih bahan tambal yang buatan Indonesia tapi jumlahnya juga masih sedikit. Begitu juga dengan bahan poles untuk karang gigi, ada yang diproduksi dalam negeri tapi enggak banyak," ujar dokter yang akrab disapa Seno itu saat ditemui Okezone dalam sebuah acara Jumat, 12 September 2019 di Jakarta.
Untuk alat kesehatan dr Seno menambahkan, ada beberapa alat scaler manual yang diproduksi dalam negeri. Sedangkan untuk fiber optik masih impor. Kemudian ada pula yang sudah memproduksi unit pemeriksaan gigi dalam negeri, namun dengan sedikit modifikasi. Artinya ada beberapa elemen yang masih mengimpor dari luar negeri karena tidak tersedia di Indonesia.
Lalu bahan baku dan alat kesehatan apalagi yang sangat dibutuhkan tapi masih diimpor? Pertama ada obat anestesi yang digunakan untuk mencabut gigi. Dahulu sempat ada obat anestesi yang diproduksi di Indonesia tapi hanya satu macam dan saat ini sudah ditinggalkan karena memiliki banyak efek samping.
"Di negara lain obat sudah ada versi baru yang merupakan turunannya. Kita sudah mencoba membuat, tapi tidak bisa digunakan karena tidak ada izin edar. Satu-satunya jalan dengan mengimpor karena obat itu lebih nyaman digunakan, minim efek samping, dan dokter juga sering memakainya," jelas dr Seno.