Kendati sudah malas “perang” dengan keluarga sendiri di grup Whastapp, Aziza emoh tinggal diam ketika bapak, ibu, atau adiknya yang duduk di bangku SMA menjadi korban hoaks atau disinformasi. “Kalau bapak, ibu, atau adik kena hoaks; baru aku mati-matian ngeyel ngasih pengertian,” ujar dia.
Selain Aziza, Tyas, 33, juga pernah merasakan panas dingin hubungan dengan keluarganya lantaran hoaks. “Ibuku kan baru dua tahun pegang telepon pintar. Belum fasih untuk menyaring informasi benar atau keliru. Jadi gampang banget percaya. Untung kadang-kadang tanya,” tutur dia.
Tyas menyatakan awal mula memberi tahu ibunya bahwa informasi yang didapatkan keliru tidak gampang. Terutama untuk berita atau informasi politik dan agama.
“Dulu pernah tak bilangin langsung. Malah jadi aku dianggap sesat sama ibu. Terus metodenya diganti pelan-pelan. Malah manjur. Biasanya kalau nemu info yang enggak benar, aku tanya dulu ibu dapat dari share siapa. Habis itu aku ajari cara ngecek faktanya kayak gimana. Ya, enggak gampang memang. Tapi dari situ ibuku jadi belajar,” jelasnya.