KALAU ingin jadi dokter gigi banyak hal yang harus dipersiapkan. Bukan hanya mental, termasuk juga bujet mahal, yakni kisaran Rp500 jutaan atau seharga mobil Fortuner lho.
Kalau enggak percaya, Dokter Gigi Eko berbagi pengalaman selama dirinya kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Walaupun biaya kuliah mahal dan banyak kesulitan yang dihadapi, akhirnya Dokter Gigi Eko lulus dalam kurun waktu 7 tahun.
Kepada Okezone, Dokter Gigi Eko mengungkapkan banyak hal selama dirinya berjuang menjadi mahasiswa kedokteran gigi yang penuh lika-liku. Tahun 2007, Dokter Gigi Eko menjadi mahasiswa FKG di salah satu universitas swasta di Jakarta.
Ketika itu, alasannya ingin menjadi dokter gigi karena dia tidak ingin kerja monoton. Dokter Gigi Eko juga tidak mau menjadi dokter umum, karena hanya belajar satu tubuh.
Pertama yang harus disiapkan ketika ingin masuk FKG adalah uang pangkal yang tidak murah. Saat 12 tahun lalu saja, Dokter Gigi Eko menyiapkan uang pangkal sekira Rp65 jutaan.
Saat ini, uang masuk kuliah FKG bisa mencapai ratusan juta. Ditambah biaya semesteran, kalau dulu Rp6 juta, sekarang ini bisa mencapai Rp30 jutaan lho! Tak cuma menyiapkan bujet mahal, Dokter Gigi Eko juga menghadapi hal yang berat. Dari mulai ujian praktikum dan menjadi koas (dokter muda) yang memusingkan.
"Selama kuliah biasa, ada praktikum, terus siapkan bujet lebih karena untuk beli alat-alat untuk gigi itu lebih mahal, berbeda dengan dokter umum," tutur Dokter Gigi Eko saat dihubungi Okezone.
Baca Juga: INAPA 2023, Yuk Kenalan dengan Produk Transportasi Ramah Lingkungan dan Elektronik Otomotif Taiwan
Follow Berita Okezone di Google News
Setelah lulus sarjana, perjuangan Dokter Gigi Eko belum berhenti. Dia harus melewati masa-masa koas yang paling banyak menghabiskan dana besar.
Ada satu pengalaman yang diingat sampai sekarang, ketika Dokter Gigi Eko menjadi koas. Dia harus menghadapi pasien untuk diperiksa kesehatan giginya sampai melakukan tindakan medis per stase atau bagian.

Dari mulai memasang gigi palsu, mencari kasus gigi pada anak, orang dewasa, hingga lansia. Dokter Gigi Eko juga harus menghadapi stase bedah mulut yang lebih rumit.
Karena harus berhadapan dengan pasien secara langsung, Dokter Gigi Eko sampai rela "membeli pasien" lewat gerombolan oknum. Itu dia lakukan demi nilai praktikum yang sempurna.
Diakuinya, setiap stase kala itu harus merogoh kocek kisaran Rp1 jutaan. Bujet segitu untuk mendapatkan bahan praktikum seperti gigi palsu, membayar pasien, memberi ongkos dan makan untuk pasien, sekaligus membayar oknum.
"Biasanya oknum itu sudah mengerti. Saya butuh kasus gigi palsu, gigi yang lepas kakek atau nenek. Kita tinggal bilang, lalu dicarikan. Saking terbiasa, mereka sampai paham istilah-istilah kami," bebernya.

Menurutnya, banyak pasien bayaran yang tertarik mendapatkan tindakan gigi dengan cara curang, karena selama ini mereka takut ke dokter gigi. Bukan di dekat kampusnya saja, melainkan hampir di kampus lainnya juga ada gerombolan oknum yang sama tugasnya.
Usai koas, belum usai perjuangan belajar Dokter Gigi Eko di FKG. Dia harus melewati masa sulit ujian nasional, barulah melakukan sumpah dokter. Momen tersebut juga dinantikan semua mahasiswa kedokteran setelah menjadi sarjana.
Jika dibandingkan dengan dokter umum, bujet kuliah yang harus disiapkan oleh mahasiswa FKG cenderung lebih besar. Hanya saja beban mental yang dialami calon dokter gigi tidak seberat mahasiswa fakultas kedokteran.
"Total semua saya kuliah sampai lulus, beli alat-alat dan uang jajan itu hampir mendekati Rp500 juta. Sama lah harganya dengan satu unit mobil Fortuner," pungkas dokter gigi yang lulus tahun 2014 ini.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.