Bagi sebagian orang, menghentikan kebiasaan merokok memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan niat dan komitmen yang kuat untuk mewujudkan hal tersebut.
Pasalnya, tak sedikit orang yang mengeluh sakit kepala hingga sesak napas saat mencoba untuk berhenti merokok. Alhasil, kebanyakan di antara mereka mencari cara alternatif untuk mengurangi kebiasaan itu. Salah satunya dengan beralih ke produk rokok elektronik yang dinilai jauh lebih aman dibanding rokok konvensional.
Namun menurut Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), rokok elektronik maupun konvensional sama-sama berbahaya dan dapat menimbulkan dampak jangka panjang, termasuk meningkatkan risiko kanker paru dan penyakit jantung.
Apalagi bila digunakan secara bersamaan. Risikonya digadang-gadang bisa meningkat 2-3 kali lipat akibat kandungan nikotin yang terdapat di kedua produk rokok tersebut.
"Risiko jangka pendek akan lebih cepat datang, begitu pun dengan risiko jangka panjang juga lebih cepat datang," ujar Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), saat ditemui di Gedung Adyatma, Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Lantas, bagaimana cara terbaik untuk mengurangi konsumsi dan menghilangkan kebiasaan merokok? Dr. Agus menegaskan bahwa satu-satunya cara terampuh adalah dengan mengikuti rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Untuk mengurangi konsumsi rokok tentunya gunakan cara yang sudah direkomendasikan oleh WHO seperti program konseling, psikoterapi itu yang tanpa obat, atau bisa juga datang ke puskesmas dan bisa ke rumah sakit. Di sana dokter paru akan memberi pelatihan dan terapi tambahan, serta memberikan obat berhenti merokok yang telah diuji," jelasnya.