Peneliti China telah mengajukan permohonan hak paten secara lokal terhadap obat ekperimental dalam upaya memerangi virus korona Wuhan (coronavirus/2019-nCoV). Institut Virologi Wuhan yang berbasis di pusat Kota China telah mengajukan permohonan hak paten kepada pemerintah untuk penggunaan obat anti-virus.
Obat yang mereka ajukan sebagai anti-virus dikenal dengan nama Remdesivir dan diklaim efektif untuk mengobati penyakit virus korona 2019-nCoV yang telah meluas ke berbagai negara di luar China. Permintaan itu dibuat pada 21 Januari bersama dengan akademi militer.
Langkah ini adalah tanda bahwa China ingin lebih banyak berbicara mengenai obat yang dianggapnya sebagai salah satu obat yang paling menjanjikan. Terlebih saat ini infeksi yang menyebar telah menewaskan hampir 500 orang.
Keputusan untuk mencari hak paten, menimbulkan opsi "hak wajib" yang tidak mudah untuk dilakukan. Ini memungkinkan negara-negara mengesampingkan hak paten obat dalam keadaan darurat nasional, dan menggarisbawahi tindakan penyeimbangan yang rumit sebelum China.
"Fakta bahwa China telah mengajukan hak paten berarti ada kesadaran yang berkembang tentang hal ini di negara ini," tutur Wang Yanyu, selaku mitra senior di AllBright Law Offices di Beijing, melansir dari Straits Times, Jumat (6/2/2020).
Lebih lanjut, Wang Yanyu mengatakan bahwa pemerintah China terpaksa menghindari penggunaan lisensi wajib karena ingin menunjukkan China menghormati hak kekayaan intelektual dan penyalahgunaan lisensi wajib agar tidak menuai kritik internasional.
Hingga saat ini belum jelas apakah atau kapan otoritas intelektual China akan menyetujui permintaan dari lembaga. Pengajuan hak paten perlu membuktikan bahwa obat tersebut dapat bekerja pada jenis virus corona dengan kode, 2019-nCoV.
Obat ini harus bekerja dengan cara yang berbeda ketimbang virus lain dalam kategori yang sama. Namun pengajuan permohonan paten oleh pemangku kepentingan di China sangat masuk akal, menurut Wang.
"Sebagian besar pasien ada di sini, bukan di Amerika Serikat (AS), yang membuat Gilead tidak mungkin melakukan semua tes ini," lanjutnya.
Walaupun obat eksperimental Gilead tidak berlisensi atau disetujui di mana pun di dunia, obat itu sedang dilarikan ke pengadilan di China untuk pasien terjangkit virus korona setelah menunjukkan tanda-tanda awal yang sangat efektif.
Kepala Petugas Medis Gilead, dr. Merdad Parsey mengatakan tahapan ini mungkin masuk ke uji klinis di China pada awal pekan depan. Dan akan diterapkan pada pasien dengan gejala patogen baru, sedang dan parah.
Ilmuwan China telah menemukan Remdesivir Gilead, dan Chloroquine yang merupakan obat malaria berusia 80 tahun, "sangat efektif" dalam menangangi virus korona Wuhan dalam penelitian di laboratorium. Hal ini diungkapkan oleh para ahli dalam makalah di jurnal Cell Research.