ANAK-ANAK zaman sekarang memang cenderung lebih kreatif, dan cepat beradaptasi dengan kondisi di sekitarnya. Oleh karena itu, para pendidik juga harus mengubah paradigma yang ada.
Peneliti utama bidang Kebijakan Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ir. Hendarman, M.Sc, P.hD, mengatakan, bila para pendidik enggan memulai dari diri mereka sendiri, maka akan sangat sulit untuk mengubah paradigma anak.
"Selain itu, mas menteri (Nadiem Makarim) pernah mengatakan, bahwa pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak akan mungkin terjadi apabila hanya 1 elemen saja yang bekerja. Semuanya bisa tercapai, namun kita harus bersinergi bersama," jelas Hendarman.
Hal senada juga disampaikan oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, Rektor Universitas YARSI sekaligus mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional 2010-2011. Menurutnya, demi mencapai target Indonesia Emas, pembentukan karakter anak memang harus dilakukan sedini mungkin dan maksimal.
Dalam arti, kualitas parenting orangtua lah yang akan menentukannya. Dia pun mengutip kalimat yang sempat disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yakni selama ini masyarakat Indonesia hanya melihat karakter dalam konsep moralitas.
Pada praktiknya, proses pembentukan karakter juga terbagi menjadi sejumlah kategori. Salah satu yang terpenting adalah karakter kinerja. Jenis karakter inilah yang diperlukan untuk merealisasikan target Indonesia Emas.
"Karakter kinerja itu sering luput dari perhatian kita. Padahal, karakter inilah yang membentuk anak untuk memiliki kejujuran, integritas, inisiatif, rasa tanggung jawab, dan etos kerja. Karakter inilah yang harus kita latih, karena sekarang yang serba 'instan' itu sedang marak," katanya.