Ada beberapa hal menarik yang menyita perhatian netizen ketika mendalami kasus fetish kain yang sedang viral di media sosial. Bila menilik hasil tangkapan kamera yang dibagikan sejumlah korban, sang pelaku alias Gilang melancarkan aksinya dengan teknik komunikasi yang otoriter, dominan, dan juga persuasif.
Hal ini terlihat dari cara Gilang bertukar pesan dengan para korban. Isi pesan tersebut seolah-olah membuat mereka tidak bisa menolak permintaan dan perintah yang dia berikan.
Predator "Fetish Kain Jarik" Berkedok Riset Akdemik dari Mahasiswa PTN di SBY
A Thread pic.twitter.com/PT4G3vpV9J— mufis (@m_fikris) July 29, 2020
Contohnya adalah penggunaan kata 'mas dan dek' yang menunjukkan bahwa sejak awal, Gilang sudah menegaskan statusnya sebagai sosok yang lebih senior dan harus dihormati. Sementara mayoritas korban diketahui merupakan Mahasiswa Baru (Maba). Ahli psikologi sosial Fakultas Psikologi dari Universitas Pancasila, Dr. Ade Iva Wicaksono, M.Psi, membenarkan hal tersebut.
"Kalau saya baca threadnya, cara berkomunikasinya dia memang dominan, memaksa orang untuk tunduk. Kedua, persoalan status. Korbannya itu banyak MABA yang dia kejar. Budaya kita, Maba itu kan harus tunduk kepada kakak tingkatnya. Dia juga sampai maksa dan mengancam, pakai alasan, 'saya kenal kating kamu' ketika korban menolak atau mengabaikan permintaanya," terang Ade saat dihubungi Okezone via sambungan telefon, Jumat (31/7/2020).
Baca Juga : Heboh Kasus Fetish Kain Jarik, Ini Gejala Orang Mengalami Fetishistic Disorder
Namun di satu sisi, Ade mengatakan bahwa dalam beberapa kejadian, Gilang juga sadar bahwa tidak semua korban mau menuruti permintaannya. Dia pun akhirnya mengerahkan kemampuan persuasi yang sangat baik.