Perkawinan anak masih ditemukan di Indonesia. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS, tercatat angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 1,2 juta kejadian.
Dari jumlah tersebut, proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun sebanyak 11,21 persen dari total jumlah anak. Ini berarti sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah di usia anak.
Jumlah tersebut berbanding kontras dengan laki-laki yang mana diketahui bahwa 1 dari 100 laki-laki berusia 20-24 tahun menikah saat usia anak.
Diterangkan Menteri PPPA Bintang Puspayoga, perkawinan anak berdampak masif di antaranya meningkatnya resiko putus sekolah, pendapatan rendah, kesehatan fisik akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan, dan ketidaksiapan mental membangun rumah tangga yang memicu kekerasan, pola asuh tidak benar, hingga perceraian. Itu sebabnya perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca juga: 5 Ciri Orang yang Emotionally Unavailable, Tidak Cocok Dijadikan Pasangan
"Praktik perkawinan anak merupakan pelanggaran atas hak-hak anak yang berdampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kehidupannya di masa yang akan datang," terangnya dalam pernyataan tertulis di laman resmi KemenPPPA.
Dengan begitu, perkawinan anak dikatakan juga sebagai pelanggaran HAM karena hak anak adalah bagian dari HAM. Bintang pun mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar memutus perkawinan anak adalah karena perkawinan anak sangat lekat dengan aspek tradisi, budaya, dan masalah ekonomi.
"Dengan diterbitkannya dokumen Stranas PPA, kami berharap semua pemangku kepentingan di berbagai sektor dapat meningkatkan komitmen masing-masing dalam mendukung upaya pencegahan perkawinan anak," ungkapnya.