Cha Ruoi atau telur dadar cacing pasir, adalah hidangan musiman Vietnam yang dibuat dengan cacing laut sepanjang dua inci. Sekilas omelet ini memang tidak sedap dipandang mata, namun banyak yang menyebut bahwa hidangan ini memiliki kelezatan rasa yang sama seperti kaviar.
Setiap tahun, pada akhir musim gugur, warung-warung jajanan di Vietnam utara, khususnya di Hanoi, menyajikan hidangan yang sangat istimewa. Ketika sudah matang, sekilas terlihat sangat biasa. Tetapi sebenarnya makanan ini mengandung bahan yang sangat khas.
Cha ruoi terlihat seperti hidangan telur matang yang dicampur dengan berbagai bumbu, tetapi teksturnya yang seperti daging dan rasa seafoodnya berasal dari cacing pasir. Telur kocok, kulit jeruk keprok, bawang bombay, adas manis dan rempah-rempah menjadi bahan lain sebelum ditambahkan cacing laut sepanjang dua inci.
Hasil dari bahan makanan tersebut adalah telur dadar yang tampak tebal. Selain itu makanan ini juga tidak bisa didapatkan oleh para penggemar di bulan-bulan menjelang musim dingin. Sebagaimana dilansir Oddity Central, Selasa (1/12/2020), Cacing pasir atau palolo bukanlah hewan aneh di Vietnam.
Hewan ini dapat ditemukan di sepanjang pantai di banyak negara yang berbatasan dengan Samudra Pasifik, termasuk China, Jepang, Indonesia, atau Samoa. Selain cha ruoi, cacing pasir digoreng dan disajikan dengan roti panggang, dipanggang menjadi roti atau bahkan dimakan hidup-hidup.
Namun ada fakta menarik, sebab masyarakat hanya mengonsumsi hewan ini selama satu atau dua bulan dalam setahun. Semuanya ada hubungannya dengan kebiasaan kawin makhluk laut itu. Secara teknis, hanya sebagian ulat palolo yang dipanen untuk dikonsumsi.
Cacing pasir Palolo berkembang biak secara epitoky, suatu proses cacing mulai menumbuhkan segmen khusus dari belakang. Pertumbuhan tersebut terus berlanjut hingga cacing dapat dengan jelas terbagi menjadi dua bagian.
Bagian belakang ini berisi telur dan sperma, dan ketika waktunya untuk kawin, biasanya selama bulan kesembilan dan ke-10 dari kalender lunar, mereka terlepas dari cacing dan naik ke permukaan, membentuk kawanan yang besar dan merayap.
Baca Juga : 4 Resep Omelet Favorit untuk Sarapan Pagi yang Sehat
Cacing pasir terus hidup di dasar laut, dan bisa mengalami epitoky beberapa kali dalam setahun. Karena manusia hanya memanen beberapa segmen reproduksi yang terapung-apung ini, populasi cacing pasir tidak akan terpengaruh.
Berabad-abad yang lalu, para nelayan dan petani tidak tahu kapan kumpulan cacing yang merayap akan muncul ke permukaan. Alhasil mereka hanya mengandalkan keberuntungan. Orang-orang akan melompat ke dalam air dan menangkap cacing sebanyak mungkin dengan menggunakan jaring atau tangan kosong.