KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan bahwa pemberian Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat Vaksin Sinovac atau CoronaVac menggunakan metode adaptive trial dan rolling submission. Metode ini dilakukan untuk melihat data keamanan, khasiat, serta mutu vaksin covid-19 itu secara bertahap.
Ia melanjutkan, BPOM juga berkoordinasi dengan negara lain yang melakukan uji klinis Vaksin Sinovac, seperti Brasil dan Turki. Demikian seperti dikutip dari akun Instagram resmi BPOM @bpom_ri, Kamis (21/1/2021).
Baca juga: Efikasi Vaksin Sinovac 65,3%, BPOM Harap Masyarakat Tidak Ragu Disuntik
"Khusus untuk vaksin covid-19, Badan POM merujuk kepada panduan WHO dalam pemberian persetujuan EUA vaksin, di mana data yang dibutuhkan minimal adalah data uji klinik fase 1 dan 2 untuk menunjukkan keamanan dan imunogenisitas vaksin dan data uji klinik fase 3 untuk menunjukkan keamanan, imunogenisitas, dan efikasi vaksin," jelas Penny dalam diskusi bertajuk "Vaksin Covid-19: Benarkah Aman dan Halal?".
Sebagaimana diketahui, hasil uji klinis Vaksin Sinovac di Bandung, Jawa Barat, menunjukkan hasil efikasi sebesar 65,3 persen. Ini artinya vaksin tersebut mampu menurunkan kejadian infeksi covid-19 hingga 65,3 persen.
Penurunan angka kejadian infeksi covid-19 yang dapat ditekan dengan vaksin tentunya dapat membantu Indonesia keluar dari krisis pandemi.
Baca juga: Heboh Herbal untuk Sembuhkan Gejala Covid-19, BPOM Angkat Bicara
Terkait dimulainya program vaksinasi covid-19 tahap pertama yang dimulai pada 13 Januari 2021, BPOM bekerja sama dengan Komnas dan Komda KIPI serta Kementerian Kesehatan melakukan surveillance, investigasi, dan kajian Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI).
"Masyarakat dapat melaporkan apabila ada kejadian yang serius dan kami akan melakukan investigasi apakah terjadi karena vaksin," lanjutnya.