RISET Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas) menunjukkan 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami anemia. Selain itu, data lain menunjukkan lebih dari 40 persen balita di negara berkembang menderita anemia. Sebanyak 50 sampai 60 persen kasus anemia disebabkan kekurangan zat besi.
Sementara kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Kekurangan zat besi pada anak memiliki dampak berbahaya seperti gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik, serta perilaku dan emosi.
Baca juga: Kekurangan Zat Besi Berdampak bagi Kecerdasan Anak, Perhatikan Gejalanya
Menurut ahli gizi ibu dan anak, Profesor dr drg Sandra Fikawati MPH, zat besi adalah salah satu mikronutrien atau sering juga dikenal sebagai vitamin dan mineral. Nutirsi ini sangat penting untuk mendukung kemampuan belajar seorang anak.
"Jutaan anak mengalami pertumbuhan terhambat, keterlambatan kognitif, kekebalan yang lemah, dan penyakit akibat defisiensi zat besi," terang Profesor Sandra dalam diskusi virtual bertajuk 'Efek Kekurangan Zat Besi pada Kemampuan Belajar Anak', Senin (25/1/2021).
Baca juga: Remaja Putri Rentan Terkena Anemia, Ini Alasannya!
Menurut Profesor Sandra, anak usia prasekolah membutuhkan dukungan lingkungan yang baik. Terutama dukungan gizi seimbang, sehingga orangtua harus mengetahui kebutuhan gizi, cara pemenuhannya, serta upaya perbaikan gizinya.
"Jika orangtua tidak waspada, dampaknya akan diketahui saat sudah terlambat. Meskipun seorang anak mungkin terlihat kenyang, bisa jadi tubuhnya tengah kelaparan akibat kekurangan zat gizi mikro," tambahnya.