Masyarakat Tionghoa tampak sangat memerhatikan keberuntungan, dari terminal di bandara, meja judi, ujian sekolah, hingga pemilihan umum. Contoh sederhana adalah angka delapan yang sarat dengan makna positif.
Sebab pengucapan angka delapan dalam bahasa Mandarin sama dengan pelafalan kata 'menjadi kaya'. Itu sebabnya plat kendaraan atau nomor telepon dengan angka delapan sangat laku di China.
Bahkan celana dalam punya faktor keberuntungan. Memakai celana dalam merah saat Tahun Baru Imlek—dan ketika bermain mahjong—adalah metode yang diyakini bisa memastikan keberuntungan.
Tentu ada keragaman pandangan pada setiap individu saat menyikapi keberuntungan, baik di China maupun pada diaspora Tionghoa yang tersebar di dunia. Meski demikian, ada banyak hal yang menjadi konstanta.
Khusus saat Tahun Baru Imlek di Taiwan, tempat saya bekerja sekarang, suasananya lebih riuh dari biasanya. Banyak orang antre di kios penjualan karcis lotere dan berbondong-bondong ke kuil untuk menghormati para dewa yang dianggap bisa menentukan keberuntungan pada tahun baru.
Baca Juga : Nasib Shio Tikus di Tahun Kerbau Logam 2021
Para politisi juga termasuk di antara orang-orang ini. Mereka mengunjungi kuil serta mengambil batang kayu keberuntungan guna memperoleh gambaran apa yang bakal terjadi di masa depan untuk konstituen mereka—dan mereka sendiri.
Dari mana sebenarnya hasrat masyarakat Tionghoa pada keberuntungan?
Stevan Harrell, profesor emeritus di bidang antropologi dari Universitas Washington, yang menulis mengenai konsep-konsep China mengenai nasib, menjelaskan bahwa hasrat tersebut berasal dari masa lalu.
"Kata bahasa Inggris 'luck' menyiratkan sesuatu yang acak. Namun dalam budaya China ada pemikiran bahwa segala sesuatunya tidak acak. Tidak ada konsep bahwa sesuatu muncul secara acak," jelas Harrell.
"Ada keyakinan pada keteraturan: ada semacam keteraturan di balik segala sesuatu," imbuhnya.
Liu Qiying adalah seorang pemuka kepercayaan Taoisme di Distrik Wanhua, Taipei, yang memimpin berbagai upacara di sejumlah kuil di Taiwan. Menurutnya, banyak orang secara tradisional meyakini prinsip sederhana: "tian zhuding" ("surga menentukan").
Dalam Taoisme, prinsip ini membangkitkan penjelasan kosmologi berdasarkan posisi relatif Jupiter dan belasan bintang dalam siklus orbit 12 tahunan. Prinsip mengenai surga itu pula yang diyakini menentukan nasib setiap orang sehingga menjadi bahan telaah bagi banyak orang Tionghoa sekaligus para ahli nujum.
Di dunia politik, para kaisar China menggunakan keyakinan tersebut untuk melegitimasi kekuasaan—bahwa mereka mendapat mandat dari surga untuk menjaga ketertiban dan perdamaian untuk rakyat.
Jika ada keteraturan dalam segala sesuatu, apakah manusia bisa mempengaruhi nasib mereka? Menurut Liu, walau surga punya rencana untuk setiap orang di Bumi, ada pula keyakinan tradisional China bahwa "surga tidak pernah menutup semua pintu keluar"—artinya selalu ada solusi.