SAMPAI saat ini, memang belum ditemukan adanya obat untuk mengatasi penyakit Covid-19. Meski demikian, salah satu cara yang bisa dilakukan orang adalah meningkatkan imunitas.
Imbasnya, kini banyak orang mencoba membuat obat herbal yang diklaim mampu meningkatkan imunitas, sebut saja seperti mpon-mpon. Selain itu, banyak juga viral-viral beredar resep obat herbal untuk meningkatkan imunitas. Namun, apakah ada aturan ketika meracik obat herbal atau tanaman obat untuk menjadi bahan konsumsi?
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Prof. Dr (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin meracik dan meramu sendiri tanaman obat untuk dikonsumsi.
Dokter Inggrid, mengatakan masyarakat perlu mengingat bahwa obat herbal, terutama yang dibuat sendiri dan menjadi obat tradisional seperti jamu, merupakan salah satu upaya untuk peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) saja.
Sehingga, jika ingin meramu obat dengan pendekatan penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), masih memerlukan pendampingan dan konsultasi dengan dokter.
"Banyak ramuan sederhana yang bisa diracik sendiri oleh masyarakat, dan ini memang untuk upaya promotif dan preventif. Sehingga, di luar itu, kita perlu hati-hati," kata dr. Inggrid.
"Ada bebrapa ramuan juga yang dokter ajarkan, misalnya untuk menurunkan tekanan darah, turunkan lemak darah, gula darah itu kita bisa mengajarkan ke masyarakat, tapi, memang dengan ketentuan bahwa harus konsultasi dengan dokter masing-masing," ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut, dr. Inggrid mengatakan bahwa bahan dari alam bekerja tidak secara instan, namun bertahap menyeimbangkan dengan minimal efek samping. "Sehingga, obat herbal dengan bahan alam menjadi pilihan yang baik untuk memelihara kesehatan, kecantikan, imunitas, kebugaran, dan mencegah penyakit, serta mengatasi gangguan kesehatan ringan," kata dia.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih teliti dalam mempelajari tanaman obat dan alternatif pengobatan herbal, terlebih di masa pandemi. "Di masa pandemi ini kita sering dibanjiri hoaks yang merugikan jamu maupun masyarakat itu sendiri. Misalnya seperti hoaks tentang temulawak dan kunyit yang berbahaya untuk dikonsumsi, dan lainnya," kata dr Inggrid.