SALAH satu cara mendapatkan anak bagi mereka yang memiliki gangguan kesuburan adalah dengan program bayi tabung. Tapi, semua tindakan medis memang memiliki risiko, termasuk program bayi tabung.
Risiko yang mungkin bisa terjadi ketika menjalani program bayi tabung di antaranya adalah Sindroma hiperstimulasi ovarium (ovarian hyperstimulation syndrome/OHSS), sekitar 2 persen.
Ada juga risiko kehamilan multipel alias kembar, kehamilan ektopik serta perdarahan atau cedera pembuluh darah dalam rongga perut saat tindakan panen telur, juga risiko infeksi.
Spesialis kebidanan dan kandungan dr. Shanty Olivia Jasirwan, Sp.OG-KFER dari Universitas Indonesia menyarankan pasangan untuk memilih klinik bayi tabung (IVF) yang memiliki teknologi medis terdepan yang peluang suksesnya lebih besar.
"Cek juga bagaimana kompetensi tim dokter yang menangani program bayi tabung, tim perawat, embriologis, bahkan andrologisnya. Beberapa klinik bayi tabung bahkan memiliki maternity counsellor yang secara personal mendampingi pasien dan program bayi tabung dibuat sesuai kebutuhan pasien," tuturnya.
Selain itu, angka keberhasilan bayi tabung tergantung dari usia calon ibu dan penyebab infertilitas pasangan. Pada umumnya, angka keberhasilan dapat mencapai 40-50 persen pada pasangan dengan usia calon ibu berusia kurang dari 35 tahun.
Sementara, pada pasangan dengan usia calon ibu berusia 35-40 tahun, tingkat keberhasilannya sekitar 25-35 persen. Sedangkan keberhasilan program IVF yang diikuti oleh calon ibu berusia di atas 40 tahun, angka keberhasilannya sekitar 10 persen.
Baca Juga: Aksi Nyata 50 Tahun Hidupkan Inspirasi, Indomie Fasilitasi Perbaikan Sekolah untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News