SAAT ini kian banyak perempuan Indonesia berani menyuarakan keinginannya untuk tidak mempunyai anak. Beragam alasan melatarbelakangi keputusan mereka. Namun intinya mereka sepakat bahwa anak bukanlah bagian penting dalam mencapai kebahagian hidup.
Bagi Veronica Wilson, perbedaan kata “tidak” dan kata “belum” menyangkut keturunan kerap membuatnya gusar. Ketika ada orang bertanya pada dirinya, “Apakah punya anak?”, perempuan berusia 46 tahun itu selalu menjawab, “Tidak punya anak”. Namun, tak jarang, ada orang yang berusaha mengoreksi jawaban itu dengan mengatakan: “Belum punya anak.”
“Itu pengalaman yang sering aku hadapi dan itu membuat aku gemes. Kenapa sih lu seperti tidak menerima statement gue bahwa gue tidak punya anak dan tidak mau punya anak. Selalu disanggahnya, belum... belum punya anak.”
Veronica adalah salah satu dari semakin banyak perempuan Indonesia yang berani menyuarakan keputusannya untuk tidak punya anak. Pekerja di bidang jasa layanan pelanggan (customer service) ini mengaku, suaminya ikut mendukung keputusannya meski berasal dari keluarga Batak yang memegang keras tradisi dan menganggap keturunan sebagai bagian penting dalam usaha mempertahankan nama keluarga.
Baca Juga : Berkenalan dengan Maya Miranda, Sociopreneur di Era Kartini Modern
Ia juga menyanggah bahwa keinginannya untuk tidak punya anak bukan karena ia telah tiga kali mengalami keguguran. Ia menegaskan, dari dulu ia memang tidak ingin mempunyai anak.
“Dari kecil, kalau ditanya, ‘kalau gede mau nikah mau punya anak berapa?’ Nggak tahu kenapa, ‘nggak mau punya anak’ itu selalu keluar dari mulut saya,” jelasnya.
Baca Juga : Hari Kartini, Cinta Laura: Perempuan Harus Percaya Diri dan Berani Berekspresi
Menurut Veronica, alasan utamanya untuk tidak memiliki anak adalah karena pengalaman hidup terkait mendiang ibunya. Ia mengaku hubungannya dengan sang ibu sangat tidak akrab dan bahkan menuding ibunya memiliki perilaku yang toxic. Ia khawatir perilaku ibunya yang toxic itu akan menurun pada dirinya, atau bahkan pada keturunan dirinya.
"Saya Tak Ditakdirkan untuk menjadi Ibu"
Victoria Tunggono (37), novelis dan penulis buku "Childfree and Happy", mengatakan, banyaknya pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak mempunyai anak bukan karena munculnya fenomena baru. Selama ini, menurutnya, sudah banyak kaum Hawa yang berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan. Namun, opsi itu sulit diambil mengingat kuatnya budaya patriarki di Indonesia dan masih bertahannya stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya.
Victoria mengaku, buku yang ditulisnya itu didasarkan pada hasil wawancaranya dengan belasan anggota sebuah komunitas bebas anak (freechild community) di Facebook di mana ia juga menjadi anggotanya. Sebagai informasi saja, sebagian anggota komunitas tersebut adalah kaum Adam yang juga memilih untuk tidak mempunyai anak. Komunitas itu sendiri beranggotakan sekitar 300 orang.
“Alasan childfree itu banyak. Ada karena alasan keuangan, keluarga, genetika atau, kesehatan dan lain-lain. Saya sendiri, secara psikologis, tidak sanggup menjadi orang tua. Saya merasa tidak bisa menjadi orangtua sehebat ibu saya. Saya tidak ditakdirkan untuk menjadi ibu, jadi saya putuskan untuk childfree,” jelas Victoria.
Berdasarkan pengamatannya, termasuk hasil wawancaranya, Victoria mengungkapkan banyak orang memilih untuk tidak memiliki anak karena pengalaman buruk mereka di masa kecil terkait hubungan dengan orang tua. Anak, dalam pandangan mereka, katanya, justru menjadi sumber masalah dan bukan pemecah masalah. Victoria sendiri mengaku, kasus itu tidak berlaku dalam kehidupannya.
Victoria menegaskan, keputusannya itu juga dibuat bukan karena ia tidak menyukai anak-anak. “Saya malah suka anak-anak, dan dan sering menghabiskan waktu bersama keponakan-keponakan saya,” katanya.
Menurut Victoria, sejak bergabung dengan komunitas itu pada Juni 2020, ia segera menemukan dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang berpandangan serupa. Diskusi kelompok, katanya, menjadi sumber kenyamanan, meski terkadang berbentuk gosip.
Sejak pandemi COVID-19 melanda tahun lalu, para anggota grup itu bertemu melalui panggilan video online. Postingan lowongan kerja, informasi kesehatan seksual dan reproduksi dan hal-hal lain juga beredar di grup itu.
Victoria sendiri merasa eksistensi komunitas di Facebook ini sangat dibutuhkan. Di Indonesia, di mana tradisi masih memainkan peran besar, orang-orang yang tidak memiliki anak meskipun bukan karena pilihan, sering dipandang rendah. Banyak orang masih sulit memahami bahwa ada orang yang memang benar-benar memilih untuk tidak memiliki anak. Orang-orang yang berbicara tentang sengaja tidak memiliki anak, di media sosial, misalnya, sering mendapat ejekan atau menjadi bahan olok-olok.
Follow Berita Okezone di Google News