PEMERINTAH menetapkan aturan PCR/antigen bagi mereka yang melakukan perjalanan darat 250 km atau lebih. Aturan ini pun mendapat pertentangan dari banyak pihak, setelah sebelum menetapkan aturan wajib PCR pada penumpang pesawat.
Pemerintah pun telah menetapkan harga maksimal PCR sebesar Rp275 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp300 ribu di luar Pulau Jawa. Meski demikian, angka tersebut masih dianggap terlalu mahal untuk masyarakat.
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) mengharapkan agar pemerintah mengetuk palu terkait harga PCR tidak sembarang. Hal ini berkaitan dengan banyak aspek yang terlibat dalam tes PCR di laboratorium.
"Kualitas dan keamanan pemeriksaan tes PCR tetap menjadi prioritas kami," tegas Ketua Umum PDS PatKLIn, Prof. DR. dr. Aryati, MS., Sp.PK(K) dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal, Selasa (2/11/2021).
Dalam pernyataannya, dr Aryati juga memberikan keterangan resmi mewakili PDS PatKLIn dalam surat yang disampaikan ke MNC Portal. Di dalam keterangan tersebut, dijelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan harga PCR bisa ditetapkan secara adil.
Salah satunya dari unsur jenis pemeriksaan PCR itu sendiri. Ya, dalam sistem pengerjaan PCR untuk Covid-19 ada dua teknik yang dipakai yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system). Perbedaan keduanya ada di tahap analitik.
Secara detail, berikut perbedaan di antara dua jenis pengerjaan PCR Covid-19 di laboratorium:
1. Open System
- Dapat menggunakan reagen apa saja, baik untuk ekstraksi maupun PCR, tidak perlu berasal dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR, asalkan kompatibel.
- Pengerjaan umumnya secara manual (dalam hal ini pemipetan, pencampuran reagen dengan spesimen, peletakan pada plate/well untuk reaksi).
- Membutuhkan waktu yang lama dan tingkat ketelitian yang tinggi.
2. Closed System
- Reagen yang digunakan harus berasal dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR (artinya, tertutup untuk reagen lainnya).
- Pengerjaan secara otomatis.
- Ketelitian baik (apabila alat telah ditera dengan baik).
- Waktu pengerjaan lebih singkat dibanding dengan open system, karena dikerjakan secara otomatisasi (pemipetan, pencampuran reagen dengan spesimen, peletakkan pada plate/well reaksi, dilakukan secara robotik).
"Bila hanya melihat pada sisi harga reagen, open system terkesan lebih murah dibanding closed system. Akan tetapi, kalau pada open system dihitung dengan segala beban biaya yang terdapat pada komponen dari pemeriksaan PCR, maka akan didapat beban biaya yang juga tak murah," terang dr Ariyati.
Meski begitu, PDS PatKLIn berdiri pada satu suara bahwa mendukung pemerintah menurunkan harga tes PCR. Namun, perlu mempertimbangkan dengan sangat bijaksana beberapa aspek yang terlibat di dalam tes PCR tersebut.
Baca Juga: Aksi Nyata 50 Tahun Hidupkan Inspirasi, Indomie Fasilitasi Perbaikan Sekolah untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News