Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 menyebut ada penurunan jumlah 31 juta jiwa, lalu di 2020 ada sebanyak 28 juta jiwa.
"Paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa, padahal penyandang disabilitas ada di banyak dan mereka ini dianggap minoriti, padahal di negara maju ini tidak," kata Angkie.
Sementara itu, Co Founder and Advisor Menembus Batas Ferro Ferizka mengatakan, pentingnya metode big data untuk pendataan difabel. Mereka juga sering mengeluhkan kesulitan dapat informasi, padahal sudah banyak tersedia.
"Perlu adanya jembatan seperti bantuan sumber daya yang bisa memberikan program resource, tapi gak bisa tersampaikan kepada teman-teman disabilitas," terangnya.
Sejauh 10 tahun terlibat dan peduli dengan difabel, pihaknya memperoleh data jumlah difabel sekira 30,38 juta di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sayangnya baru 200 ribu dicover dan 40 ribu sudah dinaunginya.
Agar lebih banyak menjangkau difabel lainnya, dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Tak hanya pemerintah, namun juga stakeholder lainnya.
Ferro melihat bahwa hampir semua difabel yang pernah dia temui punya kemauan gigih untuk hidup normal seperti orang lain. Mereka juga tahu bahwa untuk mendapat informasi apapun sekarang lebih mudah.
"Mereka punya semangat bisa bekerja, tapi aksssnya gak dapat. Mobilitas mereka terbatas, jadi gadget dan teknologi bisa menggantikan peran dan memberikan manfaat," tutupnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(mrt)