IMBAUAN pemerintah agar tidak bepergian ke luar negeri, kecuali jika mendesak, memang bisa multitafsir. Bagi beberapa orang, bertemu keluarga memang bagian dari kebutuhan mendesak.
Seperti yang dilakukan keluarga Anang dan Ashanty untuk meninggalkan Indonesia pada 20 Desember 2021 ke Turki. Mereka menyebut ada pertemuan keluarga besar yang sudah lama tidak terjadi, sehingga Ashanty yang memiliki penyakit autoimun pun memilih mengambil risiko di tengah merebaknya varian Omicron.
Akibatnya, ketika kembali ke tanah air dia pun terpapar Covid-19, meskipun sebelum terbang dari Turki dia masih dinyatakan negatif. Kementerian Kesehatan pun masih menguji sampel virus Covid-19 yang menyerang Ashanty, sehingga belum dipastikan apakah virus tersebut varian Omicron atau bukan.
Ahli Epidemiolog Griffith University dr Dicky Budiman pun menyesalkan keputusan keluarga Anang dan Ashanty tersebut. Pasalnya, di saat kenaikan kasus Omicron meningkat di seluruh dunia ada baiknya masyarakat menahan diri untuk tidak melakukan perjalanan luar negeri.
"Dalam situasi saat ini, kalau bicara upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi perburukan pandemi di Indonesia adalah masyarakatnya agar membatasi diri untuk tidak bepergian ke Luar negeri," tegas Dicky dalam sambungan telepon dengan MNC Portal, Sabtu (8/1/2022).
Ia menambahkan, pemerintah juga sebaiknya mencegah penerbangan ke luar negeri yang tidak esensial. "Sudah, enggak usah ke luar negeri sekarang ini jika tidak penting. Enggak usah, karena itu memperburuk situasi!" tegas Dicky.
Karantina yang dijalani pelaku perjalanan luar negeri pun dikhawatirkan Dicky di situasi Indonesia yang deteksi kasusnya masih belum begitu kuat. Ini berkaitan dengan risiko 'positif lolos'.