DOKTER spesialis jantung dr Devie Caroline Sp.JP FIHA mengungkap risiko yang dihadapi penderita tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tidak patuh minum obat. Ia mengatakan bahwa mereka memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi kardiovaskular.
"Kepatuhan minum obat jika kurang optimal akan menyebabkan hipertensi menjadi tidak terkontrol. Akibatnya, meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung iskemik," kata dr Devie yang juga Sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Surabaya dalam virtual media gathering pada Jumat 22 Mei 2022.
Baca juga: Viral Petugas SPBU Kerja Sambil Kantongi Anak Kucing di Baju Seragam, Netizen Ikutan GemasÂ
Minum obat memang bukan hal pertama yang harus dilakukan untuk mengontrol tekanan darah. Pola hidup sehatlah yang menjadi kunci. Namun jika tidak berhasil, maka langkah selanjutnya adalah minum obat.
Ia menjelaskan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia berada di angka 34,11 persen. Adapun 13,3 persen di antaranya tidak minum obat sama sekali dan 32,3 persen tidak rutin minum obat.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena merasa sehat (59,8 persen); kunjungan tidak teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan (31,3 persen); minum obat tradisional (14,5 persen); menggunakan terapi lain (12,5 persen); lupa minum obat (11,5 persen); tidak mampu beli obat (8,1 persen); takut akan efek samping obat (4,5 persen); dan obat hipertensi tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan (2 persen).
Baca juga: Dress Lesty Kejora Disebut Mirip Klepon, Ternyata Harganya Bikin Netizen MelongoÂ
Sementara itu, papar dr Devie, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggarisbawahi bahwa kepatuhan minum obat dipengaruhi berbagai faktor seperti kondisi kesehatan, motivasi diri, pengetahuan mengenai hipertensi, dukungan keluarga, sosial ekonomi, sistem kesehatan, dan terapi.
"Faktor yang berhubungan dengan kondisi kesehatan ini adalah yang sering sulit dihadapi. Hipertensi biasanya tidak bergejala, sehingga saat gejalanya muncul itu sudah kondisinya tidak terkontrol dalam sekian waktu," paparnya, dikutip dari Antara.