TAGAR quiet quitting mengemuka di TikTok sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem kerja yang berlebihan. Istilah quiet quitting pertama kali muncul di media sosial pada awal 2022.
Tren quiet quitting menggambarkan fenomena karyawan yang menolak bekerja melebihi tanggung jawab mereka. Melalui tren ini, orang-orang ingin menyuarakan pentingnya memberikan batasan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Biar lebih paham, simak arti, penyebab, dan dampak quiet quitting pada kesehatan mental.
Awalnya, tren ini banyak dipromosikan oleh karyawan yang memiliki beban kerja berintensitas tinggi. Pekerjaan yang sangat menyita waktu membuat mereka sulit mengembangkan diri di luar pekerjaan dan memperoleh kehidupan yang seimbang.
Menurut Psikolog Ikhsan, efek quiet quitting sebenarnya cukup baik. Soalnya, kesadaran ini bisa membuat seseorang membuat batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
“Hal ini bisa bantu menurunkan stres bahkan burnout pada individu. Karena dia dapat melakukan kegiatan self care lain sehingga bisa lebih fokus kepada diri sendiri ketimbang pada pekerjaannya,” jelas Ikhsan seperti dilansir dari KlikDokter.
Meski begitu, bak pedang bermata dua, quiet quitting nyatanya juga bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Ketika menjalani quiet quitting, kamu bisa memiliki kecenderungan tidak memberikan hasil yang maksimal saat bekerja. Hal ini bisa berdampak pada tingkat kepuasan kerja.
Kalau sudah begini, kamu bisa merasa sia-sia dalam bekerja. Perasaan bosan dengan pekerjaan pun bisa menggelayuti kamu. Psikoterapis asal Amerika Serikat, Katherine Cullen mengatakan bahwa kondisi tersebut lambat laun bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Salah satu dampak yang bisa muncul adalah depresi.
Baca Juga: Aksi Nyata 50 Tahun Hidupkan Inspirasi, Indomie Fasilitasi Perbaikan Sekolah untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News