DI era digital dan banjir informasi seperti saat ini, menemukan hal-hal yang tidak diekspektasi di internet bukan lagi hal mengejutkan. Mungkin beberapa dari kita tidak memercayai atau tidak dengan mudah percaya misinformasi ātak masuk akalā yang beredar.
Herannya, masih banyak orang yang percaya dan terjatuh dalam lubang tersebut. Jadi, mengapa misinformasi begitu mudah dipercaya dan beredar di masyarakat?
Bias pemikiran negatif
Ada yang menyatakan bahwa ābad news is a good newsā. Pada dasarnya, bias negatif pada pola pikir sebagian besar manusialah yang membuat informasi-informasi negatif lebih menarik dibandingkan informasi positif.
Hal ini terlahir dari budaya turun-temurun. Pada zaman dahulu, orang-orang meningkatkan kewaspadaan pada sesuatu yang negatif untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi seperti hewan buas, musuh, dan lain sebagainya.
Sebuah penelitian dari University of Michigan, AS pada 2019 lalu menjadi bukti bahwa berita-berita negatif akan lebih mudah menarik perhatian masyarakat. Terlebih, kita masih kekurangan informasi pasti pada situasi pandemi saat ini.
Bahkan, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa informasi negatif cenderung dianggap lebih kredibel dibandingkan informasi positif. Maka, masyarakat bukan saja menaruh atensi pada berita-berita negatif tersebut, namun juga lebih mempercayainya.
Rantai berita yang kian meluas
Bias negatif pada masyarakat dapat semakin menguat ketika informasi negatif tersebut dibagikan dan kian meluas. Sebuah studi berjudul āThe amplification of risk in experimental diffusion chainsā pada 2015 menggunakan metode rantai difusi untuk menguji cara informasi meluas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin luas berita tersebar, maka pesan yang tersampaikan menjadi semakin pendek dan tidak akurat. Bias individual dari tiap-tiap komunikator membuat bagian pesan yang tersampaikan relatif kian menghilang.
Lebih jauhnya, terdapat studi lanjutan pada tahun 2020 berjudul āAcurate stress reduces the social amplification of risk perceptionā menunjukkan bahwa efek rantai berita ini semakin kuat ketika masyarakat dalam keadaan stres; yang mana, situasi pandemi saat ini seolah begitu mendukung.
Rasa takut
Situasi sosial mempengaruhi kondisi psikis masyarakatnya. Keadaan krisis seperti bencana, pandemi, dan hal-hal lainnya dapat menimbulkan rasa takut pada masyarakat.
Robert D. Jagiello dan Thomas Hills pada tahun 2018 membuat sebuah eksperimen terkait persebaran informasi pada golongan orang yang memiliki rasa ketakutan tinggi dan rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa pesan yang diterima dan disampaikan oleh orang yang tengah merasa ketakutan cenderung kian negatif dan terpangkas dibanding kelompok yang berada pada tingkat ketakutan rendah.
Baca Juga: Ikut Acara Offline BuddyKu Fest, Cara Jadi Content Creator Handal Zaman Now!
Baca Juga: Meet Eat Inspire, Hypernet Technologies Tawarkan Solusi PowerEdge Gen 15 Server
Follow Berita Okezone di Google News