MENYAMBUT Bulan Ramadhan warga Muslim akan berduyun-duyun ke pasar, baik tradisional maupun modern, untuk berbelanja berbagai keperluan bahan pangan. Tidak heran, jika kemudian harga bahan pangan mengalami lonjakan.
Pemerintah pun telah mencoba menstabilkan harga pangan. Pasalnya, momen Ramadhan dan Lebaran dan hari-hari besar keagamaan lain, bukanlah kejadian luar biasa yang datang tiba-tiba, melainkan momen rutin yang telah terjadwal pasti.
Pakar ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Imam Prayogo, mengatakan masyarakat seharusnya sudah bisa mempersiapkan jauh-jauh hari, tidak perlu tergopoh-gopoh belanja pada H-1 Puasa, apalagi untuk bahan pangan yang memiliki masa simpan cukup lama.
"Belanja pada saat musim padat, tidaklah nyaman. Perjalanan menuju pasar atau pusat perbelanjaan menemui kemacetan lalu-lintas di mana-mana, kemudian di lokasi belanja berdesakan dengan ramai orang, juga kecenderungan harga yang tengah tinggi," jelas dia seperti dilansir dari Antara.
Mengapa harga menjadi tinggi? Karena sebagian besar konsumen memburu komoditas barang yang sama. Untuk kategori sembilan bahan pokok (sembako) memang mau tidak mau harus dibeli, tapi di luar itu ada barang yang bersifat komplementer dan substitusi yang dapat disiasati.
Fanatisme warga terhadap jenis komoditas tertentu juga mempengaruhi pasokan dan harga. Semisal, ibu-ibu rumah tangga selalu berfokus membeli daging ayam dan daging sapi untuk lauk utama, hal itu membuat kedua komoditas itu selalu mengalami kenaikan harga cukup fantastis di waktu-waktu tertentu.
Baca Juga: INAPA 2023, Yuk Kenalan dengan Produk Transportasi Ramah Lingkungan dan Elektronik Otomotif Taiwan
Follow Berita Okezone di Google News